Thursday, March 5, 2015

Gambaran Umum KPH



” KESATUAN PENGELOLAAN HUTAN (KPH) UNTUK PENGELOLAAN HUTAN LESTARI”


    1. PENDAHULUAN
       
      Sebagai sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable resources) hutan harus dikelola secara optimal dan lestari, dengan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan ekonomi. Namun melihat kenyataan saat ini, Kondisi hutan di Indonesia telah mengalami degradasi dan deforestasi yang sangat hebat. Kondisi terdegradasi dan deforestasi tersebut antara lain sebagai akibat dari: perambahan hutan, illegal logging, pembangunan infrastuktur, pengembangan pertanian dan perkebunan, pemukiman.
       
      Wilayah-wilayah ”open access” sebagai akibat ketiadaan pengelola dan pemanfaat di wilayah tersebut juga berperan menghambat upaya mencapai pengelolaan hutan lestari serta munculnya kerawanan kejahatan kehutanan al: illegal logging, perambahan hutan, okupasi kawasan hutan dan sebagainya.
       
      Kondisi tersebut memerlukan langkah-langkah konkret di lapangan. Kementerian Kehutanan (cq. Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan) mempunyai tanggung jawab untuk menjawab permasalahan tersebut khususnya dari segi pemantapan kawasan hutan, karena pemantapan kawasan hutan merupakan prakondisi kepastian di lapangan dalam rangka mengelola kawasan hutan tersebut.
       
      Rangkaian proses pemantapan kawasan hutan tersebut salah satu yang terpenting adalah terbentuknya wilayah pengelolaan hutan dan institusi pengelolanya, yang merupakan Organisasi Tingkat Tapak (teritory) dalam wujud Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH).
       
      Keberadaan KPH sebagai Organisasi tingkat tapak merupakan solusi penanganan permasalahan degradasi dan deforestasi serta pencapaian pengelolaan hutan lestari. Apalagi kalau dikaitkan dengan isu penurunan karbon melalui skema REDD, maka keberadaa KPH menjadi salah satu kunci keberhasilan REDD.  Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sebagai Organisasi tapak dan Organisasi Teritory  benar-benar menjalankan fungsi menagemen/pengelolaan pada wilayahnya. 
       
      Tulisan ini akan menggambarkan secara umum pembangunan KPH yang sedang dirintis oleh Kementarian Kehutanan, dengan materi antara lain: a) Mengapa Harus Membangun KPH (sebagai prakondisi pengelolaan hutan lestari), b) Aspek Penting dalam Membangun KPH; c) Pengelolaan hutan pada KPH; d) Relevansi KPH dengan Isu-isu Kehutanan Saat ini.
       
       


  1. MENGAPA  HARUS  KPH
     
    Pemerintah tentu mempunyai landasan mengapa dalam mengelola hutan untuk menuju kelestarian diperlukan KPH. Argumen berikut kurang lebih menggambarkan mengapa yang harus dibangun adalah KPH:


  1. Untuk menuju pengelolaan hutan lestari harus ada organisasi tingkat tapak sebagai organisasi teritory (wilayah). Dalam Peraturan Perundang-undangan kehutanan, skema untuk membangun Organisasi tingkat tapak tersebut adalah dengan membangun Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH). Dimana Organisasi tersebut benar-benar menjalankan fungsi menagemen/pengelolaan pada wilayahnya.
  2. Pembentukan KPH  merupakan mandat peraturan perundang-undangan yang harus dilaksanakan oleh Kementerian Kehutanan.
  3. KPH berbeda dengan Dinas yang ada di Provinsi/Kab/Kota yang menangani kehutanan. Karena KPH hanya menjalankan fungsi pengelolaan (managemen) sedangkan Dinas menjalankan fungsi pengurusan (administrasi). Sehingga apabila KPH belum terbentuk, dikawatirkan tidak ada yang menangani fungsi pengelolaan di tingkat tapak (lapangan).
     
    Illustrasi pentingnya Organisasi tingkat tapak dapat dilihat pada Bagan di bawah ini.
     
    Uraian dari ilustrasi tersebut, sebagai berikut:


    1. Kuadran 1 memperlihatkan, apabila suatu kawasan hutan mempunyai potensi SDH yang bagus dan ada institusi tingkat tapaknya maka wilayah kawasan hutan tersebut akan terjaga dan dikelola oleh institusi tersebut. Dengan demikian diharapkan SDH yang ada di wilayah tersebut dapat dikelola secara lestari.
    2. Kuadran 2 memperlihatkan, apabila suatu kawasan hutan potensinya sudah terdegradasi, maka apabila ada institusi di tingkat tapak, diharapkan penyelenggaraan rehabilitasi kawasan akan ada yang bertanggung jawab, sehingga kegiatan rehabilitasi di wilayah tersebut akan berhasil yang sekaligus dapat memperbaiki kualitas SDH yang ada.
    3. Kuadran 3 memperlihatkan, apabila suatu kawasan hutan mempunyai potensi SDH yang bagus, namun tidak ada institusi di tingkat tapak, maka SDH tersebut tidak ada yang menjaga sekaligus mengelola, kondisi demikian akan mengakibatkan wilayah tersebut rawan akan kegiatan-kegiatan illegal (al: penebangan liar, perambahan dsb).
    4. Kuadran 4 memperlihatkan, apabila suatu kawasan hutan potensinya sudah terdegradasi dan tidak ada institusi di tingkat tapak, maka dapat dipastikan kegiatan-kegiatan pembangunan dalam rangka mencapai peningkatan kualitas SDH di wilayah tersebut akan terkendala dan bukan tidak mungkin wilayah tersebut akan semakin rusak.
       
      Selain itu KPH juga mempunyai peran-peran strategis, antara lain:
       


    1. Optimalisasi akses masyarakat terhadap hutan serta merupakan salah satu jalan bagi resolusi konflik. Keberadaan KPH di tingkat lapangan yang dekat masyarakat, akan memudahkan pemahaman permasalahan riil di tingkat lapangan, untuk sekaligus memposisikan perannya dalam penetapan bentuk akses yang tepat bagi masyarakat serta saran solusi konflik
    2. Menjadi salah satu wujud nyata bentuk desentralisasi sektor kehutanan, karena  organisasi KPHL dan KPHP adalah organisasi perangkat daerah.
    3. Keberadaan KPH mempunyai nilai strategis bagi kepentingan Nasional, antara lain mendukung komitmen pemerintah untuk menurunkan emisi karbon sebesar 26 % pada tahun 2020 (dimana 14 %nya adalah sumbangan sektor kehutanan).
    4. Menjamin penyelenggaraan pengelolaan hutan akan tepat lokasi, tepat sasaran, tepat kegiatan, tepat pendanaan.
    5. Menjembatani optimalisasi pemanfaatan potensi pendanaan dalam rangka penanganan perubahan iklim di sektor kehutanan untuk kepentingan pembangunan masyarakat.
    6. Kemudahan dalam investasi pengembangan sektor kehutanan, karena ketersediaan data/informasi detail tingkat lapangan.
    7. Peningkatan keberhasilan penanganan rehabilitasi  hutan dan reklamasi, karena adanya organisasi tingkat lapangan yang mengambil peran untuk menjamin penyelenggaraan rehabilitasi hutan dan reklamasi. Sekaligus akan menjalankan peran penanganan pasca kegiatan seperti: pendataan, pemeliharaan, perlindungan, monev.
       


  1. ASPEK PENTING DALAM MEMBANGUN KPH
    Pembangunan KPH dilandasi oleh peraturan perundang-undangan mulai dari Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri sampai peraturan setingkat Eselon I. Landasan hukum tersebut meliputi: Landasan kebijakan, Landasan implementasi, Landasan teknis.
     
    1. Landasan Kebijakan


      • UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya
      • UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan
      • UU 32 tahun tentang Pemerintahan Daerah
      • PP 44/2004 tentang Perencanaan Kehutanan
        2. Landasan Implemantasi Pembangunan
      • PP 6/2007 Jo PP 3/2008 tentang Tata Hutan, Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan.
      • PP 38/2007 tentang Pembagian Urusan antara Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota
      • PP 41/2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah.
        3. Landasan Teknis Penyelenggaraan
      • Permenhut P. 6/Menhut-II/2009 tentang Pembentukan Wilayah KPH
      • Permenhut P.6/Menhut-II/2009 tentang NSPK Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP.
      • Permendagri No. 61 tahun 2010 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja KPHL dan KPHP di Daerah.
      • Permenhut No. P.42/Menhut-II/2011 tentang Standar Bidang Teknis Kehutanan pada KPHL dan KPHP.
      • Permenehut No. P.54/Menhut-II/2011 tentang perubahan atas Permenhut No. P.41/Menhut-II/2011 tentang Standar Fasilitasi Sarana dan Prasarana pada KPHL dan KPHP Model.
      • Permenhut P.46/Menhut-II/2013 tentang Tata Cara Pengesahan Rencana Pengelolaan Hutan Jangka Panjang KPHL dan KPHP
      • Permenhut P.47/Menhut-II/2013 tentang Pedoman Kriteria  dan Standar Pemanfaatan Hutan di Wiayah Tertentu Pada KPHL dan KPHP
      • Perdirjen No. P.5/VII-WP3H/2012 tentang Petunjuk Teknis Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan pada KPHL dan KPHP.
         
        Beberapa hal penting dalam membangun KPH, khususnya untuk memersiapkan prakondisi operasionalisasi KPH sebagaimana yang telah diatur dalam dalam peraturan perundangan, adalah membenuk WILAYAH KPH, membangun KELEMBAGAAN KPH, mempersiapkan TATA HUTAN DAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN. Uraian di bawah ini menggambarkan secara singkat aspek-aspek tersebut.
         


  1. Wilayah KPH


    1. Seluruh kawasan hutan di Indonesia akan terbagi dalam wilayah-wilayah KPH, serta akan menjadi bagian dari penguatan sistem pengurusan hutan nasional, provinsi, kabupaten/kota.
    2. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) meliputi: KPH Konservasi (KPHK), KPH Lindung (KPHL), KPH Produksi (KPHP).
    3. Dalam satu wilayah KPH, dapat terdiri lebih dari satu fungsi pokok hutan, dan penamaannya berdasarkan fungsi hutan yang luasnya dominan.
    4. Penetapan wilayah KPH menjadi kewenangan Menteri Kehutanan.
    5. Wilayah KPH dapat dievaluasi untuk kepentingan efisiensi dan efektivitas serta karena adanya perubahan tata ruang.
       


  1. Kelembagaan  KPH


    1. Pada setiap wilayah KPH dibentuk institusi pengelola yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan. Institusi pengelola ini merupakan Organisasi tingkat tapak.
    2. Organisasi KPH tersebut harus dikelola oleh SDM yang profesional di bidang kehutanan.
    3. Organisasi KPHK adalah Organisasi Pusat. Sedangkan Organisasi KPHL dan KPHP adalah Organisasi Daerah.
    4. Organisasi KPH menyelenggarakan fungsi pengelolaan (managemen) tidak menjalankan fungsi pengurusan (administrasi) termasuk kewenangan publik.
    5. Pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kab/kota, sesuai kewenangannya bertanggung jawab terhadap pembangunan KPH dan infrastrukturnya.
    6. Dana pembangunan KPH bersumber dari: APBN, APBD, serta sumberdana lain yang tidak mengikat.


  1. Tata Hutan dan Rencana Pengelolaan Hutan.


    1. Tata hutan dilaksanakan untuk mengidentifikasi dan menginventarisir potensi wilayah KPH, sebagai dasar untuk merencanakan pengelolaan hutan.
    2. Rencana Pengelolaan Hutan disusun untuk menjadi landasan penyelenggaraan langkah-langkah kegiatan pengelolaan ke depan.
       


  1. KEBIJAKAN DAN PROGRES PEMBANGUNAN KPH
     
    Kebijakan pembangunan KPH telah diamanatkan dalam Rencana Strategis Kementerian Kehutanan tahun 2010 – 2014, dengan Indikator Kinerja Utama (IKU)  dan Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) sebagaimana digambarkan secara ringkas di bawah ini.
     
    1. IKU :
      Keputusan Menteri Kehutanan tentang Penetapan Wilayah KPH di seluruh Indonesia dan beroperasinya 120 KPH (20% wilayah KPH yang telah ditetapkan”
       
    2. IKK :


  • Keputusan Menhut tentang Penetapan wilayah KPHL dan KPHP Provinsi seluruh Indonesia.
  • Beroperasinya 120 KPH (20 % Wilayah KPH yang telah ditetapkan Menhut).
  • Keputusan Menhut tentang Penetapan Wilayah KPHK seluruh Indonesia.
  • Peraturan perundangan tentang penyelenggaraan KPH 4 judul.
     
    Capaian pembangunan KPH s/d Desember 2013 dgambarkan pada matrik di bawah ini.
     
    Proses pembangunan KPH menemui beberapa hambatan dan tantangan. Dalam menghadapi hambatan dan tantangan tersebut telah dilakukan beberapa langkah tindak lanjut serta melakukan antisipasi langkah tindak lanjut yang diperlukan, sebagaimana digambarkan dalam matrik di bawah ini.
     
    Matrik Masalah/Tantangan dan Langkah Tindak Lanjut.


MASALAH/TANTANGAN
LANGKAH YANG TELAH DILAKUKAN
TINDAK LANJUT YANG DIPERLUKAN
Keterbatasan SDM professional di tingkat lapangan secara kualitas dan kuantitas
-    Menfasilitasi penyelenggaraan Diklat Calon Kepala KPH sebanyak 4 Angkatan.
-    Menfasilitasi pengadaan tenaga menengah professional (Lulusan SMK Kehutanan) ditempatkan pada KPH.
-    Menfasilitasi Penugasan Lulusan Perguruan Tinggi melalui Bakti Sarjana Kehutanan (BASARHUT) pada KPH .
-    Melanjutkan penyelenggaraan Diklat Calon KKPH
-    Merancang dan menyelenggarakan Diklat untuk Jabatan Pengelola KPH tingkat menengah dan Pengelola Lapangan (dimulai tahun 2015).
-    Melanjutkan fasilitasi pengadaan tenaga menengah professional (Lulusan SMK Kehutanan) ditempatkan pada KPH.
-    Melanjutkan fasilitasi Penugasan Lulusan Perguruan Tinggi melalui Bakti Sarjana Kehutanan (BASARHUT) pada KPH .
Belum optimalnya dukungan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/ Kota pada beberapa KPH yang telah dibentuk dan dibangun
-    Pembentukan Sekretariat Pembangunan KPH untuk mengintensifkan koordinasi internal Kemenhut dan di luar Kemenhut, serta melakukan tugas-tugas pendampingan untuk operasional KPH.
-    Menyiapkan kegiatan Sosialisasi Pembangunan KPH di Tingkat Nasional maupun tingkat Provinsi/Kab/Kota melalui penyelenggaraan oleh Kemenhut maupun oleh Pemerintah Daerah (melalui pendanaan Dekonsentrasi). Catatan: Kegiatan ini akan terus diadakan setiap tahun.
-    Melakukan koordinasi langsung ke beberapa Pemerintah Provinsi/Kab/Kota.
-    Melakukan koordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri untuk penguatan kelembagaan KPH di Daerah melalui penetapan Permendagri 61 tahun 2010 tentang tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja KPHL dan KPHP di Daerah
-    Memperkuat dan melanjutkan tugas Sekretariat Nasional Pembangunan KPH.
-    Memperkuat dan melanjutkan kegiatan Sosialisasi Pembangunan KPH dengan target Grup yang lebih luas.
-    Mengintensifkan koordinasi dengan Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota
Kebutuhan penguatan regulasi untuk percepatan pembentukan dan operasionalisasi KPH
-    Telah disiapkan regulasi Prakondisi membentuk KPH dan Regulasi penyiapan  Operasional KPH (sebagaimana disebut pada Butir 1 point b)
-    Menyiapkan Regulasi baru atau mereview regulasi yang telah ada untuk memperkuat operasionalisasi KPH, al: Mekanisme pengaturan bagi hasil untuk pendapatan KPH pada wilayah-wilayah yang menjadi dikelola langsung oleh KPH, Tata hubungan KPH dengan Instansi lain di Pusat dan Daerah, Tata hubungan KPH dengan pemegang ijin yang ada di wilayah KPH.


 


 


 


  1. PENGELOLAAN HUTAN PADA KPH
     
    Sebagaimana telah disebutkan di atas bahwa KPH benar-benar menyelenggarakan fungsi pengelolaan hutan. Sesuai peraturan perundang-undangan yang ada tugas pokok dan fungsi Organisasi KPH adalah:


    1. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi:
      1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;
      2. Pemanfaatan hutan;
      3. Penggunaan kawasan hutan;
      4. Rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan
      5. Perlindungan hutan dan konservasi alam.
    2. Menjabarkan kebijakan kehutanan Nasional, Provinsi, Kab/Kota untuk diimplementasikan.
    3. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian.
    4. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya.
    5. Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan. Hutan.
       
      Sebagai Organisasi tingkat tapak, maka tupoksi KPH tersebut akan benar-benar memastikan  KPH untuk melaksanakan:


  1. Penataan wilayah kelolanya dengan mempergunakan data dan informasi detail yang ada di lapangan, melalui langkah: inventarisasi di wilayah kelola termasuk mengidentifikasi izin/hak ada, pembagian blok dan petak, menata batas blok dan petak tersebut, menyajikan hasil penataan dalam suatu peta.
  2. Perencanaan pengelolaan hutan berdasarkan hasil inventarisasi dan penataan hutan yang telah dilakukan. Rencana Pengelolaan Hutan ini akan memberikan arahan/guidance terhadap letak (lokus) kegiatan pengelolaannya, rincian rencana kegiatannya, serta kesesuaian dan sinergi dengan rencana kehutanan nasional, provinsi dan kab/kota.
  3. Penyajian data/informasi detail bagi pemegang kewenangan kebijakan publik untuk menerbitkan suatu hak atau izin pemanfaatan hutan atau izin penggunaan kawasan hutan.
  4. Penyelanggaraan fungsi pemanfaatan hutan, dengan kondisi sebagai berikut:
    • Apabila di wilayah kelolanya sudah ada izin/hak maka KPH melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi, sekaligus melaporkan hasilnya untuk bahan tindak lanjut bagi pengambil kebijakan.
    • Apabila di wilayah kelolanya tidak ada izin/hak maka KPH dapat melakukan pemanfatan, melalui mekanisme penugasan oleh Menteri Kehutanan untuk pemanfaatan wilayah tertentu
  5. Penyelenggaraan fungsi penggunaan kawasan hutan, melalui pembinaan, pemantauan dan evaluasi terhadap penyelenggara izin penggunaan kawasan hutan sekaligus melaporkan hasilnya untuk bahan tindak lanjut bagi pengambil kebijakan.
  6. Menyelenggaraan fungsi rehabilitasi hutan dan reklamasi, dengan kondisi sebagai berikut:
    • Apabila di wilayah kelolanya sudah ada hak atau izin pemanfaatan hutan maka KPH melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi rehabilitasi hutan pada wilayah yang ada izin/haknya, sekaligus melaporkan hasilnya untuk bahan tindak lanjut bagi pengambil kebijakan.
    • Apabila di wilayah kelolanya sudah ada izin penggunaan kawasan hutan, maka KPH melakukan pembinaan, pemantauan dan evaluasi reklamasi pada wilayah yang ada izin penggunaan kawasan hutannya, sekaligus melaporkan hasilnya untuk bahan tindak lanjut bagi pengambil kebijakan
    • Apabila di wilayah kelolanya tidak ada izin/hak maka KPH melakukan kegiatan rehabilitasi hutan di wilayah tersebut.
  7. Menyelenggarakan fungsi perlindungan hutan, dengan kondisi sebagai berikut:
    • Apabila di wilayah kelolanya sudah ada izin/hak maka KPH melakukan pemantauan dan penilaian, sekaligus melaporkan hasilnya untuk bahan tindak lanjut bagi pengambil kebijakan.
    • Apabila di wilayah kelolanya tidak ada izin/hak maka KPH menyelenggarakan perlindungan di wilayah tersebut.
  8. Menjalankan fasilitasi pemberdayaan masyarakat untuk memastikan penyelenggaraan pemanfaatan hutan , penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan serta perlindungan hutan tepat sesuai dengan kondisi lokal serta kondisi masyarakat setempat.
  9. Menyajikan informasi potensi peluang investasi pengembangan kehutanan di wilayah kelolanya.
  10. Menjadi bagian dari fungsi Measuring, Reporting dan Verification (MRV) dalam rangka penanganan penurunan emisi karbon.
     


  1. RELEVANSI  KPH  DENGAN  ISU-ISU  KEHUTANAN
     
    Dengan memperhatikan peran strategis yang harus dimainkan serta dalam menjalankan Tupoksi Pengelolaan yang harus diemban KPH, maka KPH mempunyai relevansi yang sangat erat dengan isu-isu sebagai berikut:


  1. Terdapat banyak kawasan hutan yang ”open access” tanpa pengelola yang ditinggalkan oleh para pemegang izin pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan setelah masa izinnya habis.  Keadaan ini akan dapat meningkatkan: degradasi hutan, gangguan keamanan hutan, gangguan kebakaran hutan. Gangguan tersebut terjadi karena wilayah-wilayah ini tidak ada yang mengontrol atau memantau.
  2. Fokus pembangunan kehutanan harus ada di tingkat tapak (al: rehabilitasi, reboisasi, perlindungan) untuk memastikan peningkatan keberhasilan pelaksanaan kegiatan maka keberadaan organisasi tingkat tapak menjadi sangat penting. Sekaligus untuk memastikan kegiatan yang tepat sasaran, tepat lokasi, tepat pendanaan.
  3. Perlunya dukungan dalam pencapaian keberhasilan komitmen pemerintah  untuk menurunkan emisi karbon sebesar 26 % pada tahun 2020, antara lain melalui keberadaan organisasi tingkat tapak yang akan berperan dalam keberhasilan rehabilitasi dan reklamasi hutan, penurunan tingkat degradasi hutan, penurunan hotspot, peningkatan perlindungan hutan, serta dapat berperan dalam menjalankan fungsi  Measurement, Reporting, Verifikasi (MRV). Seperti diketahui fungsi MRV merupakan syarat indikator keberhasilan penilaian penurunan emisi karbon.
  4. Dalam rangka Good Governance, perlu adanya suatu pemisahan yang jelas antara organisasi yang menangani fungsi administrasi (termasuk kewenangan publik) dan fungsi managemen (pengelolaan).
  5. Kebutuhan akan optimalisasi akses masyarakat dalam dan sekitar hutan, dalam rangka mewujudkan komitmen lebih memberdayakan masyarakat untuk mencapai pengelolaan hutan lestari. Keberadaan organisasi tingkat tapak yang berada dekat dengan masyarakat akan memerankan dan mengoptimalkan fungsi pemberdayaan masyarakat, karena organisasi tingkat tapak tersebut akan mampu memetakan suatu permasalahan, identifikasi kebutuhan (”need”) masyarakat, identifikasi kegiatan yang diperlukan dll. 
  6. Keperluan adanya dukungan data/informasi detail tingkat lapangan, untuk mendukung ketersediaan data/informasi potensi dan peluang investasi pengembangan usaha sektor kehutanan.
  7. Tuntutan kemandiriaan organisasi tingkat tapak untuk mencapai optimalisasi fungsi penyelenggaraan pengelolaan hutan rangka mencapai pengelolaan hutan lestari.


 


Dalam konteks Pengelolaan hutan lestari, Keberadaan KPH akan menjamin keberhasilan kelola sosial, kelola lingkungan dan kelola ekonomi, dengan gambaran sebagai berikut:


    1. Kelola sosial, khususnya dalam pemberdayaan masyarakat. Masyarakat yang berdaya  akan menjamin adanya sinergi hutan dan masyarakat yang akan berdampak kepada terjaganya keberadaan dan fungsi hutan.
    2. Kelola lingkungan, Organisasi tapak akan menjamin keberadaan hutan dari ancaman  gangguan keamanan hutan. Sinergi dengan masyarakat sekitar hutan akan sangat mendukung proses kelola lingkungan.
    3. Kelola ekonomi, Organisasi tapak yang dapat mengoptimalkan potensi dan sumberdaya yang ada di wilayahnya, akan berkembang menuju kemandirian ekonomi yang pada akhirnya akan memandirikan KPH dalam mengelola wilayahnya.